NGABANG- Peran serta masyarakat memang sangat diharapkan untuk mewujudkan suatu pembangunan yang ada di daerahnya. Sebab jika tidak ada dukungan dari masyarakat, tentunya pemerintah akan menemui kesulitan untuk mewujudkan pembangunan tersebut. Salah satu bentuk dukungan masyarakat tersebut yakni bersedia menyerahkan lahan untuk kepentingan pelaksanaan pembangunan suatu proyek. Namun dengan catatan ganti rugi yang ditetapkan tidak merugikan pemerintah maupun masyarakat sendiri. Masalah ganti rugi lahan dan bangunan inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam pertemuan guna membahas kelanjutan pengerjaan jembatan Kecamatan Air Besar, Kecamatan Kuala Behe dan pengerjaan jembatan di Desa Tebedak Kecamatan Ngabang.
Pertemuan yang dipimpin Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Landak Drs. Vinsensius Jian, MM itu berlangsung Rabu (27/8) di aula Dinas Pekerjaan Umum (PU) Landak.
Hadir dalam pertemuan itu Kepala Dinas PU Landak, Kepala Bappeda Landak, Kepala Dinas Ketertiban dan Kesatuan Bangsa (Distib dan Kesbang) Landak, Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga PU Landak, Kepala Bagian (Kabag) Pemerintah Setda Landak, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Landak, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Landak, anggota DPRD Landak, Camat dan Kapolsek Ngabang, Camat Air Besar, Camat dan Kapolsek Kuala Behe dan konsultan pengawas.
Ditemui usai rapat, Kadis PU Landak Ir. Jakius Sinyor mengatakan ganti rugi lahan milik masyarakat di Desa Serimbu Kecamatan Air Besar yang terkena proyek pengerjaan jembatan sudah disepakati antara masyarakat dan Pemkab Landak. “Jadi sebelum pengerjaan jembatan, kita sudah mengadakan sosialisasi dengan masyarakat untuk membahas ganti rugi lahan tersebut. Dengan demikian masalah ganti rugi lahan ini tidak ada masalah lagi,” ujarnya.
Dijelaskan Jakius, masyarakat yang tanahnya terkena kegiatan proyek tersebut berkewajiban untuk menyiapkan semua surat-surat yang berkenaan dengan bukti kepemilikan tanah. Setelah semua surat-surat tanah tersebut disiapkan, barulah dilaksanakan proses ganti rugi tanah yang diserahkan tersebut. “Ganti rugi atau kompensasi yang kita berikan kepada masyarakat sesuai dengan nilai pajak dari tanah milik masyarakat tersebut. Jadi kita tidak main kira-kira dalam pemberian kompensasi kepada masyarakat,” katanya.
Ditambahkan Jakius, kompensasi yang diberikan kepada masyarakat Serimbu hanya tanah saja, tidak ada bangunan masyarakat yang terkena pengerjaan proyek tersebut.
Sedangkan pengerjaan proyek jembatan di Kuala Behe, tanah Kantor Polsek Kuala Behe terkena juga proyek pengerjaan jembatan itu. Namun demikian tanah Kantor Polsek Kuala Behe itu akan digunakan untuk pengerjaan jalan yang menghubungkan ke jembatan. “Ganti rugi tanah milik Polres Landak inipun akan kita selesaikan dengan sebaik-baiknya. Ganti rugi inipun akan kita sesuaikan dengan sertifikat kepemilikan tanah yang ada. Namun demikian untuk menghindar secara teknis terhadap ganti rugi tersebut memang sulit. Jadi opsi kita berapa tanah milik Polres Landak yang terpakai, itu akan kita kembalikan. Dengan demikian tidak diganti dengan uang,” jelasnya.
Demikian juga dengan ganti rugi tanah milik masyarakat Kuala Behe juga sudah disosialisasikan. Pada dasarnyapun masyarakat setempat mendukung adanya pembangunan proyek pembangunan jembatan tersebut.
Sementara itu untuk pengerjaan proyek jembatan di Desa Tebedak Kecamatan Ngabang yang pengerjaannya terbengkalai kerena terbentur soal ganti rugi tanah dan bangunan milik masyarakat setempat, Jakius mengatakan pengerjaan proyek tersebut memang kewenangan provinsi. Namun untuk pembebasan lahan menjadi tanggung jawab Pemkab Landak sendiri tentunya mempunyai kewajiban untuk mensukseskan pembangunan proyek tersebut. “Masalah ini tentunya bisa kita atasi, asalkan masyarakat menyadari adanya pembangunan proyek di daerahnya. Masyarakat harus mengerti. Intinya, pemerintah jangan dipersulit dan masyarakat tidak dirugikan. Kalau memang ada bangunan dan tanah masyarakat terkena pengerjaan proyek, tentunya ganti rugi akan disesuaikan dengan luas bangunan, jenis bangunan dan luas tanah,” katanya. Ia menambahkan, ganti rugi yang diberikan kepada 7 masyarakat Desa Tebedak hanya bangunan saja dengan jumlah 9 bangunan. Sedangkan tanah milik 7 masyarakat tersebut belum diketahui bagaimana statusnya. Untuk mengetahui status tanah tersebut, sepenunya akan diserahkan kepada BPN Landak.
“Setelah kita hitung-hitung, total dana ganti rugi tersebut sebesar Rp. 74.280.000. Tapi masyarakat tetap ngotot bahwa ganti rugi yang diberikan berkisar antara Rp. 15 ribu hingga 25 ribu permeter kubik,” jelasnya.
Ia mengakui pada saat hendak mengerjakan jembatan Tebedak itu, provinsi memang tidak ada koordinasi dengan Pemkab Landak. Kemudian timbulah permasalahan ganti rugi bangunan dan tanah milik masyarakat, sehingga pengerjaan jembatan itu menjadi terkendala sampai sekarang. “Seharusnya sebelum provinsi mengerjakan jembatan itu, harus ada koordinasi dengan Pemkab Landak. Kemudian barulah kita sosialisasikan kepada masyarakat supaya tidak terjadi seperti ini. Kalaupun terjadi permasalahan, tentunya tidak begitu berat, sebab penyelesaian awalnya sudah ada. Tapi ini bangunan sudah dikerjakan, sekarang baru timbul permasalahan. Tentunya inikan menjadi berat,” tukasnya.
Namun ia berharap masyarakat bisa berpartisipasi untuk mensukseskan pembangunan jembatan itu. Ia juga menegaskan jika masyarakat tetap bertahan dengan harga yang diinginkan masyarakat sendiri, tentunya Pemkab Landak akan mengambil tindakan tegas yang sesuai dengan aturan.
Untuk menyelesaikan polemik pengerjaan jembatan Tebedak ini, Camat Ngabang Wibersono Lazarus Djait, S.Sos, Jumat ini akan mengadakan pertemuan yang kesekian kalinya dengan 7 masyarakat Tebedak tersebut. (wan)
You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Ganti Rugi Tanah dan Bangunan Diharapkan Tidak Terlalu Berat"


Powered by www.tvone.co.id