Bupati Landak wisuda Dokter (2)
Selamat datang di kampung kami, Kampung Daun!”, itulah sapaan yang akan kita terima ketika memasuki areal Kampung Daun, sapaan yang menjadi salah satu ciri khas Restoran Kampung Daun dan menambah suasana pedesan terasa semakin kental
HERI IRAWAN, BANDUNG
USAI mengikuti acara Wisuda Bupati Landak, 2 buah mobil yang masing-masing kendaraan pertama sedan ada bupati, istri dan anaknya siap meluncur ke tempat makan dinamakan Kampung Daun. Sedangkan mobil lainnya, bersama wartawan Kapuas Post, dan beberapa rekan kontarktor. Sebelumnya kita merasa penasaran mengapa tempat makan itu dinamakan kampung daun, ternyata sampai di Kampung Daun, suasana sangat dingin. Mobil kami meluncur dengan kecepatan sedang, sekitar 45 menit perjalanan mobil kami sudah sampai ke tempat tujuan, tidak lain Kampung Daun. Kamipun langsung menghubungi pelayan, dan mempertanyakan apakah masih ada tempat untuk makan. Tentunya si pelayan menyambut kami dengan ramah, ditambah senyum manisnya. Setelah semuanya siap, tempat untuk bupati sudah dipesan, termasuk menu makan dan minuman. Saya ketika itu langsung merebah lelah di tempat istirahat berukuran 3 x 3 meter, tidak jauh dari tempat bupati makan bersama. Dua orang kontraktor menenami saya, ditambah rekan pers lainnya. Saya sempat terkejut, melihat areal Kampung Daun, si pengelola tempat begitu pandai memanfaatkan struktur tanah sehingga tempat ini cocok untuk beristirahat, ditemani makanan dan minuman khas daerah Bandung.
Saya nelihat Dengan konsep pedesaan yang disuguhkan sang pengelola,Kampung Daun berhasil memikat para pengunjung yang semakin banyak berdatangan. Tempat makan yang berada di kawasan obyek wisata Cihideng, Bandung Utara ini lokasinya ada di 4,7 KM dari mulut Jl. Sersan Bajuri. Bagi para wisatawan yang ingin mencoba makan makanan dalam suasana pedesaan, wajib datang ke sini.
Kampung Daun memiliki keunikan tersendiri dengan konsep tradisional, namun tetap terkesan mewah dan elegan yang sudah bisa kita rasakan ketika pertama kali masuk areal restoran ini. Tempat makan berupa saung-saung, dilengkapi air terjun dan jembatan yang berada di dalamnya membuat para pengunjung seperti benar-benar berada di kampung halaman sendiri, suatu hal yang sudah jarang dapat dirasakan oleh penduduk perkotaan
Di areal Kampung Daun juga terdapat tebing batu yang alami dan cadas gantung atau tebing batu yang menjulang. Di tempat makan yang satu ini, para pengunjung juga dapat menemukan berbagai pedagang keliling yang menjual gulali, harum manis, kue Ape', yang merupakan jajanan khas kota Bandung. Pengunjung biasa disuguhi oleh hiburan-hiburan asli setempat, seperti pengamen yang bermain harpa dan kecapi dengan jari mereka yang lentur dan berkeliling dari saung ke saung
Tempat yang alami, indah dan jauh dari hiruk pikuk kota telah membuat sang pegelola Kampung Daun terinspirasi membuat saung sederhana untuk tempat makan dan melepas penat. Awalnya, tahun 1999 hanya dibangun empat buah saung dengan surabi dan poffertjes sebagai makanan yang disajikan. Seiring berjalannya waktu, saung demi saung pun bertambah banyak. Kini, Kampung Daun memiliki 29 saung kecil, 4 saung besar dengan kapasitas 30-50 orang.
Bumi Cai (rumah di atas air), RB (rumah besar), Curug 2AB (curug A dan curug B, yang view-nya langsung ke arah air terjun), Balai Ageung (pendopo yang letaknya paling atas) dengan kapasitas 200-300 orang. Joglo Balai Ageung ini didapat dari Solo, dan diperkirakan sudah berumur 300 tahun. Ada 4 soko guru (tiang utama) dan tiap tiang memiliki koin VOC abad 17 sebagai aksesoris.
Bagi yang mau datang ke sini, disarankan untuk reserve tempat jauh-jauh hari sebelumnya, dikarenakan Kampung Daun sering dipenuhi pengunjung. Selain tempatnya yang asyik, makanannya juga lezat. Dengan harga Rp. 11.000,- s/d Rp. 85.000,- kita sudah bisa mencoba segala jenis makanan, khususnya khas Indonesia. Selamat mencoba! (bersambung)
You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Bersama Rombongan Bupati, Makan di Kampung Daun Bernuansa Alami"


Powered by www.tvone.co.id